Dewasa ini hampir semua perlatan
yang kita pakai menggunakan baterai sebagai sumber tenaganya. Mulai dari
handphone, laptop, kamera, senter, jam, kalkulator, bahkan rokok sekalipun
(tentunya rokok elektrik) semua menggunakan baterai. Pasti didalamnya ada cukup
banyak listrik, namun bagaimana caranya benda sekecil itu bisa menyimpan
listrik?
Sebenarnya, baterai tidak menyimpan
listrik, lebih tepat dikatakan jika baterai menyimpan bahan kimia yang
mengandung potensi untuk menghasilkan listrik. Bahan kimia tersebut disimpan
dengan cara yang sedemikian rupa sehingga tidak akan bereaksi hingga kita
memasang baterai pada peralatan kita dan
menyalakan saklarnya.
Reaksi kimia yang terjadi dalam
tubuh si baterai biasa disebut dengan istilah reaksi redoks (reduksi–oksidasi).
Sebenarnya, reaksi redoks ini sangat mudah kita jumpai di sekitar kita, misal
proses perkaratan yang terjadi pada pagar besi, seng pada atap rumah serta
besi-besi tua yang teronggok di gudang
rumah kita. Kita tidak dapat mengetahui listrik yang dihasilkan karena listrik
itu diserap oleh atom-atom tertentu sesaat setelah diproduksi oleh atom-atom
yang lain. Untuk kasus sebuah baterai, yang telah kita lakukan adalah
mengendalikan reaksi-reaksi kimia sedemikian rupa sehingga kita dapat memanen
listrik yang dihasilkan tiap kali kita membutuhkannya. Sebelum melangkah lebih
lanjut, mari kita kenali dulu apa itu listrik.
Arus listrik adalah aliran
elektron-eletron yang mengalir dalam suatu rangkaian listrik. Sedangkan
elektron itu sendiri adalah partikel bermuatan listrik negaif yang berada pada
kulit atom. Elektron-elekton ini hanya mau bergerak ketika mendapat pemicu,
misalnya dalam hal ini adalah baterai.
Pada saat itu, elektron dari atom A akan dilepas kemudian diterima atom B, lalu
atom B harus rela melepas elektron untuk diterima ke atom C, begitu seterusnya.
Ketertarikan suatu atom dalam
menyerahkan atau menerima suatu elektron berbeda satu sama lain. Ada atom yang
hanya mau melepas satu atau dua eletron, sementara atom yang lain ada yang
enggan melepas elektron miliknya bahkan ada yang mau menangkap satu atau dua
elektron lagi untuk dirinya sendiri. Apabila atom A bertemu dengan atom B,
keduanya dapat melakukan transaksi yang menguntungkan dengan syarat jumlah
elektron yang diserahterimakan anatara kedua atom sama. Setidaknya seperti
itulah prinsip sederhana dari reaksi redoks.
Namun arus listrik yang ditimbulkan
dari transaksi elektron antar atom tersebut sangatlah kecil, sehingga kita
memerlukan atom A dan atom B dalam jumlah yang sangat banyak untuk membuat
sebuah baterai. Selain itu, kedua jenis atom harus kita pisahkan dengan memberi sebuah penghalang berupa
kertas basah, sehingga elektron atom A
hanya dapat berpindah ke atom B di ruang sebelah melalui saluran-saluran yang
serba rumit saat saklar ditutup.
Pada umumnya, baterai dapat dibuat
dari bahan potassium hidroksida (baterai alkaline), Carbon Zinc (ZnMnO2), litium, serta perak oksida.
Baterai-baterai yang terbuat dari bahan tersebut biasa disebut baterai primer,
yaitu baterai yang hanya sekali pakai, tidak dapat diisi ulang.
Ketika atom-atom pengirim telah
menghabiskan elektron mereka kepada atom penerima, baterai itu mati, dan dengan
terpaksa kita harus menggantikan baterai yang telah lama berkuasa di perangkat kita dengan
yang baru. Namun kemasan baterai harus dibuang ke tempat daur ulang khusus, karena
didalamnya terkandung banyak zat yang berbahaya bagi lingkungan.
Sementara itu, baterai NiCd
(nikel-kadmium), baterai Li-ion (litium-ion), serta baterai timbal-asam pada
mobil adalah baterai yang dapat diisi ulang (rechargeable), yang juga bisa disebut baterai sekunder. Kita dapat
membalikkan proses pengiriman elektron dengan memaksa elektron-elektron dari
atom penerima kembali ke atom pengirim, sehingga baterai-baterai itu dapat bekerja
kembali sebagaimana mestinya. Namun sayang, setiap kali baterai diisi ulang,
ada kerusakan mekanik yang terjadi di dalamnya, sehingga baterai isi ulang baru
masih punya kesempatan untuk menggantikan baterai lama yang sudah renta.
Sumber :
Justiana, Sandri dan Muchtaridi.
2009. Kimia 3. : Yudhistira
Wolke, Robert L. 2003. Einstein Aja
Gak Tau. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
www.plimbi.com/article/144842/bahan-kimia-baterai
sanfordlegenda.blogspot.com/2013/Types-of-batteries-Mengenal-jenis-jenis-baterai
0 komentar:
Posting Komentar